Minggu, 19 April 2009

Malaysia

Perjalanan ke Malaysia ini adalah perjalanan saya dan anak-anak pada tahun 2003. Kami menggunakan Malaysian Airlines ke Sydney dan mampir selama sehari di Malaysia. Saya senang mampir ke Kuala Lumpur karena bandaranya bagus dan aman sekali. Begitu kita mendarat, maki menitipkan kopor besar di Bandara dan hanya membawa baju secukupnya ke kota. Di Bandara kami meilih hotel Nova yang terletak di Bukit Bintang, kawasan perbelanjaan dan bisnis yang terkenal di Malaysia. kami naik bis kesana dan diantar langsung ke hotel. Hotelnya bersih dan tidak mahal, apalagi terletak ditengah pertokoan dan berbagai penjual makanan ada disana.

Malam harinya kami makan kari ayam dan roti canai ditambah dengan teh tarik yang enak dan segar. Kami juga mengunjungi pertokoan yang ada disekitar sana. Untuk elektronik rasanya di Malaysia lebih murah, sehingga kami membeli kamera. Besoknya kami mengunjungi istana raja dan melihat parade prajurit kerajaan yang dengan pakaian khas Melayu tapi dengan tradisi seperti tentara Inggris melakukan upacara penggantian petugas jaga.

Hong Kong

Tahun 1995 saya dikirim oleh perusahaan ke Hongkong untuk mengikuti konferensi tentang "HR Compliance" yaitu dasar-dasar peraturan tentang ketenaga kerjaan yang harus dipatuhi. Sebetulnya lebih menyerupai kode etik, seperti bagaimana menghargai rekan kerja, tidak bicara kotor, porno dan menjaga lingkungan kantor dari segala bentuk pelecehan. Setelah acara 2 hari selesai, maka saya stay 1 malam lagi di Hongkong, ditemani oleh teman kuliah saya Ajie dan Rini yang kebetulan saat itu menetap dan bekerja di Hongkong. Saya yang tadinya hanya membawa tas koper kecil, akhirnya menjadi bengkak karena belanja segala macam barang yang bagus mutunya dan murah.Pada saat itu tas atau jam tangan tiruan buatan Hongkong adalah yang terbaik, sehingga saya membeli beberapa buat dijual kembali.

Banyak saudara kita yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Hongkong, pada hari Minggu mereka berkumpul di Victoria Park dengan berbagai gaya pakaian yang sangat modis. Perlindungan TKW kita di Hongkong cukup baik dibandingkan dengan di negara lainnya.
Saya sempat berjalan-jalan naik bis mengelilingi kota Hongkong yang tertata rapi dan juga naik boat. Berbagai baju dengan model shanghai saya beli sebagai oleh2.

Rabu, 08 April 2009

Venezia



Bulan November 2008 saya berkesempatan mengikuti pelatihan di International Training Center di Turin, Ada waktu 1 hari untuk berjalan-jalan ke Venezia. Sebuah kota cantik yang tidak mempunyai jalan darat, semuanya diatas air. Jadi pulau kecil itu hanya mempunyai sarana transportasi air. Cantik sekali kotanya, romantis, banyak pasangan yang khusus berbulan madu kesana. Jmulah turis yang datang tidak pernah berhenti, rasanya sejak siang kami datang sampai sore kembali, aliran turis dari seluruh dunia tidak pernah terputus.Banyak orang Afrika yang menjual tas tiruan buatan Cina kayanya disepanjang jalan. Rasanya jauh sekali mutu dan harganya dibandingkan dengan aslinya.

Saya hanya melihat-lihat saja dan membeli beberapa syal, dasi dan topi yang berharga sekitar 10 Euro, sebab semuanya mahal dan kita bisa membeli di Indonesia dengan harga yang lebih murah. Seperti kota tua lainnya di Eropah Venezia sangat cantik dipenuhi oleh berbagai bangunan kuno yang besar dan anggun. Kalau laut pasang, maka beberapa tempat di kota itu akan digenangi air.

Jumat, 03 April 2009

Suatu Hari di Lugano




Jika surga diciptakan dengan segala sungai-sungai yang ada di dalamnya dengan hamparan hijau dan pepohonan rindang diselingi bunga-bungaan, mungkin Lugano dapat menggambarkan sepotong kecil bayangan surge yang begitu indah dan serasi.
Saya berkesempatan menikmati Lugano dan keindahannya benar-benar hanya satu hari. Dimulai dengan tiba pada sore hari yang sejik dan cerah dalam siraman cahaya matahari musim panas. Kami berjalan-jalan menikmati keindahan danau sambil melihat kesibukan penduduk setempat dan turis yang menikmati liburan musim panasnya
Karena Lugano dekat dengan perbatasan Milan,Italia maka bahsa yang digunakan adalah bahasa Italia. “Bonjorno” sapaan hangat saat kami bertemu dan “Grazie” atau terima kasih adalah 2 kata yang saya ingat. Makan malam di cafĂ© pizza yang berhadapan langsung dengan danau menambah romantic suasana. Menu khas Italia spaghetti dan pizza yang merupakan resep andalan restoran tersebut adalah pilihan kami rasa segar dan lezat makanan Italia ini sangat terasa, apalagi ditambah dengan segelas minuman segar. Hanya waktu membayar saja rasanya jadi agak berat, sebab untuk makan berdua saja kami harus membayar sebesar Rp.350.000.

Dalam perjalanan selama 30 menit dari Lugano ada suatu outlet besar sekali bernama “Fox Town” yang terletak yang terletak di Mendriso. Berbagai macam barang dengan merek ternama seperti Armani,Bally,Dior,Dolce & Gabanan,Gucci,Hugo Boss,Prada,Esprit ada di situ. Begitu juga dengan berbagai macam jam buatan Swiss yang terkenal juga ada di sana. Outlet yang memiliki 4 lantai itu begitu menarik untuk dikunjungi. Mungkin kalau saja saya mendapatkan penghasilan sebesar penghasilan orang-orang swiss segalanya menjadi murah, tetapi kalau dihitung dengan rupiah tetap saja mahal. Saya hanya membeli barang yang benar-benar obral saja dan saya yakin betul harganya sangat murah bila dibandingkan jika membeli di tanah air.
Tidak terasa 4 jam sudah berlalu, dan kami harus berkumpul kembali untuk kembali ke Geneva. Dari tempat Mendriso ke Geneva memerlukan waktu selama 5 jam perjalanan dengan mobil. Kami menyewa mobil yang dapat memuat 7 orang. Kalau bukan karena Ima dan Saras, dua teman saya yang berpengalaman berpergian menyetir sendiri di luar negri, tidak mungkin kami berani menyewa mobil. Selain setir kiri juga kami tidak mengerti jalan. Hebatnya ada semacam alat kecil yang dipasang di mobil yang memandu sopir ke tempat tujuan dengan jelas. Mulai dari belok kanan,memutar,ada terowongan, masuk tol, dan sebagainya, dipandu dengan jelas oleh alat itu.
Saya berfikir , alat ini pasti akan sangat susah diterapkan di Jakarta. Lha wong banyak jalan tikusnya dan banyak jalan ditutup untuk acara perkawinan. Perjalanan menuju Geneva melewati pegunungan es yang sangat indah dan menakjubkan. Timbunan es terletak di kiri kanan jalan seperti sebuah lukisan kanvas yang sangat indah, sampai-sampai kami ahrus berhenti dan yakin bahwa hamparan e situ asli, bukan lukisan setelah kami menyentuhnya. Kebun anggur,hamparan rumput hijau dengan sapi coklat, hitam dan putih, danau yang membiru serta rumah-rumah yang cantik berhiaskan bunga-bunga berwarna merah serasa berada di negri dongeng.

Indonesia sebenarnya tidak kalah cantiknya dengan Lugano, dengan segala keindahannya, keperawanan alamnya, keramahan penduduknya dan juga berbagai macam makanan yang enak dan tidak kalah lezatnya dengan pizza atau pun sphageti. Sayangnya kita tidak tahu pasti kapan persisnya negri ini akan menjadi penopang ekonomi rakyat, dan kapan pula keindahannya akan dikunjungi oleh wisatawan yang belum mengenal semua tentang Indonesia.

Kamis, 02 April 2009

Konstanz, Germany


Ada suatu kota kecil di Jerman yang bernama Konstanz, kotanya kuno, indah dan menyenangkan. Rasanya kalau di Eropah hampir semua kota kecil mempunyai karakteristik seperti ini, bangunannya kuno, terbuat dari batu besar berwarna kelabu, tiangnyan kokoh, begitu juga toko-toko yang ada berupa bangunan kuno yang cantik. Baru kalau kita masuk kedalam toko, maka akan terlihat sesuatu yang modern yang dijual. Hampir 8 hari penuh kami disana bersama dengan rombongan dari Kadin Indonesia, Papua, Aceh. Bali, Kaltim, Kepri dan Sulut. Program ini adalah dalam rangka penguatan organisasi Badan Koordinasi Sertifikasi Profesi (BKSP) yang pembentukannnya didorong oleh Kadin. BKSP bertugas mendorong pengembangan system sertifikasi profesi oleh dunia industri, sehingga link and match antara keluaran SMK dan Politeknik sejalan dan sesuai dengan kebutuhan dunia industri. BKSP yang telah terbentuk pada waktu itu melakukan studi banding ke Jerman.

Kenapa Jerman? Jerman dengan sistem gandanya sudah berpengalam selama 100 tahun dalam menjalankan “dual system”. Sekolah kejuruan baik tingkat SMK maupun politekniknya, kewenangan untuk sekolah vokasi diberikan kepada Kadin Jerman atau DIHK. Mulai dari pembuatan kurikulum, pengaturan jadwal magang sampai penentuan siapa trainer, assessor yang kebanyakan adalah sukarela dan berasal dari dunia industri. Pemerintah hanya konsentrasi dalam menyediakan fasilitas pembelajaran yang bersifat teori, sedangkan prakteknya dalam bentuk magang diserahkan kepada DIHK. Guru di sekolah mengajarkan tentang teori tapi prakteknya dijalankan oleh para supevisor langsung di industri.

Kota Konstanz di musim gugur sangat dingin untuk ukuran saya, rasanya tersiksa setiap malam harus berjalan kaki selama 10 menit menuju kesebuah restoran modern yang sebenarnya sangat lezat. Karena hampir setiap malam kesana ditengah dinginnya udara dan kadang disertai hujan, jadi rasanya pada malam ke lima sudah mulai tidak lezat lagi.Kalau bisa makan pop mie saja dikamar hotel, dasar perut melayu.Pernah saya harus berjalan sendirian kesana karena beberapa teman sudah berangkat, rasanya seperti di film dracula deh berjalan cepat ditengah rintik hujan, gelap, sepi dan dingin melewati bangunan kuno. Tiba-tiba saya terkaget mendengar suara jam yang besar yang berasal dari gereja tua, persis fil horor. Uh rasanya senang sekali akhirnya sampai dengan selamat.

Konstanz merupakan kota pembuatan sepatu, saya membeli oleh-oleh untuk suami dan anak-anak yang ternyata memang betul buatannya bagus sekali dan awet.. Bedanya dengan sepatu buatan kita adalah kenyamanan dipakainya, mungkin sudah lewat penelitian dan mesin yang lebih canggih.Sepatu buatan kita sudah sama indahnya tapi kadang tidak enak bahkan sakit kalau dipakai berjalan.Di Universitas setempat ada jurusan bahasa Indonesia, kami sempat bertemu dengan salah seorang profesor yang mengajar bahasa Indonesia.Beliau sudah beberapa kali datang dan tinggal di Indonesia dan bahasa Indonesianya sudah sangat bagus, bahkan bisa bahasa Jawa. Enaknya jadi Prof di Jerman, pakaian yang dikenakan casual, jeans dan jaket, naik sepeda pula.

Ada satu istana kecil terletak diatas bukit yang kami kunjungi, wah seperti dalam film zaman dulu, dimana istana dikelilingi tembok tinggi, ada jembatan gantung yang bisa ditarik.Jadi kalau musuh datang pintu ditutup dengan ditarik dan musuh tidak masuk sebab dihalangi oleh sungai dalam dan juga panah-panah yang akan ditembakan dari atas istana. Banyak para bangsawan pemilik istana yang sudah tidak sanggup mengurus istananya, maka mereka membuka istananya untuk umum dimana pemerintah membantu biaya perawatan dan juga hasil dari pengunjung yang datang dan penjualan cindera mata.

Konstanz juga ada danaunya, keindahan danau tetap terasa walau pepohonan gundul tidak berdaun dan sedikit bebek, burung dan angsa yang berkeliaran diatas danau. Walau dingin ada juga beberapa orang yang tahan memancing dipinggir danau. Konstanz seperti layaknya kota kecil menyimpan keramahan dan keterbukaan penduduknya. Pemilik hotel adalah dua nenek tua yang masih gesit melayani tamu.Mereka berdua bahu membahu menyiapkan makan pagi, meladeni tamu dan juga membersihkan kamar.Hotel kecil itu mempunyai sekitar 20 kamar, terletak dipinggir jalan. Lucunya hotel itu kaya asrama saja sebab sesudah jam 10 malam dikunci akses masuk kedalam hotel dan juga keluar. Hidup di Eropah dengan tenaga kerja yang minim memang segala sesuatunya harus dilakukan secara mandiri

Rabu, 01 April 2009

Pesona Jenewa, Swiss

Beberapa waktu lalu, Iftida Yasar mengikuti konferensi perburuhan se-dunia (ILC) di Jenewa, kota tua di Swiss yang menyimpan sejuta pesona. Berikut cuplikan kisahnya:

Sebelum berangkat untuk mengikuti sidang tahunan ke 95 International Labour Conference (ILC) saya tidak sempat mengecek berapa suhu udara di sana. Karena sudah masuk ke musim semi, maka saya perkirakan cuaca sekitar 18 sampai 20 derajat C. Begitu mendarat di bandara Zurich dan keluar dari pesawat, angin dingin terasa menusuk tulang diitambah hujan gerimis membuat saya kedinginan. Saya menyesal tidak membawa persediaan baju hangat yang memadai. Rupanya suhu masih antara 10 - 12 derajat C.
Suasana demam piala dunia sepakbola 2006 sudah mulai terasa begitu memasuki bandara Dubai International Airport.Semua pesawat Emirates ditulis “Official partner for world Cup 2006, Germany “. Di Genewa rupanya ada pertandinganpersahabatan antara Brazil dan New Zealand.Sepanjang jalan dipenuhi para supporter Brazil yang mengenakan kostum berwarna hijau kuning.
Memasuki hari ketiga apalagi sudah menuju kearah selatan daerah yang lebih hangat yaitu Geneva membuat perjalanan ini menjadi lebih menyenangkan. Walaupun masih musim semi, matahari sampai jam 22.00 masih bisa dinikmati sambil minum kopi menghadap danau atau sungai yang jernih dengan latar belakang pegunungan yang hijau.Walaupun menurut ukurn orang asia udara masih sejuk tapi orang Swiss pada saat istirahat makan siang sudah mulai berjemur diri ditaman sambil menikmati makan siang.
Rata-rata kota di Swiss dikelilingi oleh pegunungan Alpen yang masih menyisakan salju di puncaknya dan juga memiliki sungai dan danau yang jernih dan banyak ikannya. Ada tiga bahasa yang sering dipakai di Swiss yakni bahasa Jerman yang merupakan bahasa nasional, bahasa Perancis dan bahasa Italia. Jadi, jika Anda baru saja belajar menggunakan bahasa Jerman dengan Gutten Morgen ketika di Zurich, begitu sampai di Geneva sudah berubah lagi menjadi Bonjour. Sayang sekali, saya tidak sempat menginjakkan kaki di daerah yang berbatasan dengan Italia, sehingga ucapan salam Bonjorno belum sempat dipakai.
Sepanjang pengamatan saya, rata-rata orang Swiss cantik dan ganteng. Wanitanya ramping dengan kulitnya yang halus. Laki-lakinya juga ganteng dan menarik, termasuk kondektur kereta api yang saya saya jumpai, yang gantengnya mirip dengan David Beckham. Mereka juga ramah dan helpfull jika kita menanyakan tentang sesuatu. Angkutan umum seperti kereta api, bis dan boat sangat baik dan nyaman.Jangan tanya berapa harganya, sebab jarak sekitar 10 km saja kita harus membayar sekitar Rp 30.000/sekali perjalanan. Lebih baik membeli karcis terusan yang dapat digunakan untuk angkutan kereta api, bis dan boat.
Saya membeli karcis terusan untuk 4 hari yang bisa digunakan tidak secara berurutan yang dapat digunakan untuk seluruh Swiss dengan harga 295 Swiss frank.Harga ini kalau di kurs cukup mahal sekitar Rp 2.250.000,- tapi jauh lebih murah dibandingkan jika kita membeli secara satuan. Dengan karcis ini saya berkeliling ke Lucerne, suatu kota tujuan wisata yang sangat indah yang jaraknya 2 jam dari Zurich.
Saya juga menikmati indahnya danau di Lucerne dengan naik kapal pesiar yang berkeliling melewati kota-kota kecil yang indah di sekitar pegunungan. Jangan lupa untuk mengambil rute "Golden Panaromic" yaitu sebuah perjalanan dengan kereta wisata yang memakan waktu sekitar 10 Jam pulang pergi menikmati indahnya seluruh dataran Swiss dengan pemandangan alamanya yang sangat bersih dan indah.
Soal makanan, di kota ini sangat mahal. Makan siang yang sederhana di restoran Thai, misalnya nasi dengan tumis ayam dan sayur serta teh panas menghabiskan sekitar Rp140.000/orang.
Sebenarnya masih banyak obyek iwisata utama di Jenewa. Misalnya Jet d'Eau (jet-air atau air mancur) dengan ketinggian 140 meter di Danau Jenewa yang dapat dilihat dari seluruh kota. Tempat wisata lainnya adalah Flower Clock, Art and History Museum (Museum Seni dan Sejarah), International Red Cross and Red Crescent Museum (Museum Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional), serta Palais des Nations yang merupakan markas PBB di Eropa.
Setelah beberapa hari menikmati indahnya Jenewa, saya jadi teringat Indonesia. Rasanya kita banyak mempunyai pemandangan yang sama indahnya dengan Swiss, tapi perbedaan besarnya adalah di Indonesia sampah bertebaran dimana-mana.

Senin, 30 Maret 2009

Udine, Italy



Dalam pelatihan yang saya ikuti di Manheim Jerman, setiap Sabtu dan Minggu saya mendapatkan hari libur.Kesempatan ini saya gunakan untuk mengunjungi sahabat saya Paola di Udine, Italy. Karena Udine jauh sekali dari Manheim dan kota kecil serta tujuan saya sangat spesifik bertemu Paola, maka teman saya yang lain tidak mau ikut, mereka memilih jalan2 ke Paris. Tiket kereta api mahal sekali pada waktu itu, kalau di kurs sekitar 2 juta rupiah PP.Demi teman yang sudah 12 tahun tidak bertemu saya memilih tetap ke Udine. Saya dan Paola bersama mengikuti pelatihan selama 5 bulan di Morgantown West Virginia Amerika Serikat pada tahun 1988. Paola pada saat itu adalah seorang pekerja sosial disuatu Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengurus masalah perempuan.

Jam 6 sore saya bergegas naik kereta api dari Manheim ke Udine, cuaca dingin sekali sekitar 7 derajat. Perjalanan malam kurang berkesan karena saya harus berganti kereta api 3 kali dan harus membangunkan para bule yang tidur menempati kursi. Sebagai orang Timur mungkin kita terlalu sopan dalam menbangunkan tapi kalau sesama bule mereka dengan tegas meminta agar yang tidur segera mengambil posisi duduk. Pemeriksaan pasport berlangsung di perbatasan Swiss kalau tidak salah dan waktu masuk ke wilayah Italy.Ada kondektur yang pernah ke Bali sehingga waktu dia memeriksa pasport kami sempat mengobrol.

jam 5 shubuh saya sudah sampai di stasiun kereta api Udine, kecil dan sepi karena masih pagi. Paola belum menjemput sehingga ditengah dinginnya udara saya bersama turis backpacker lainnya tiduran di bangku stasiun menunggu pagi. Jam 6 pagi saya dijemput Paola yang sudah berubah banyak terlihat lebih tua dibandingkan saya yang katanya tidak berubah sejak 12 tahun yang lalu. Kami menuju apartemennya yang mempunyai kamar 2 dengan ruang keluarga yang cukup luas. Paola sangat rapi dan menata rumahnya dengan indah dan bersih. Seperti layaknya dua sahabat yang sudah lama tidak bertemu kami mengobrol tentang masa di Amerika, dan saya juga cerita bertemu dengan Wolfgang di Hannover.Paola mempunyai 2 anak laki-laki seperti saya dan sekarang mereka semua berada dirumah neneknya di tepi pantai.Walau di Jerman udara cukup dingin tapi di Udine orang sudah mulai menikmati cuaca yang cukup hangat dan berjemur si pantai.

Sepanjang jalan menuju rumah pantai Paola menperdengarkan remakan kaset pada saat saya menyampaikan suatu presentasi.Sungguh menakjubkan mendengar kefasihan saya berbahasa Inggris sangat hebat. Kami tertawa terbahak-bahak sebab sekarang kemampuan itu sudah berkurang, apalagi Paola dengan aksen Italynya yang kental.Paola dan keluarga besarnya berada dirumah pantai, saya dikenalkan dengan orang tuanya, kakaknya dan anaknya yang ganteng-ganteng. Pasangan hidup Paola saya lupa namanya sebab mereka tidak menikah dan Paola enggan menyebutkan dia adalah suaminya.

Orang Italy hangat dan bersahabat, mereka masih memukul pantat anaknya jika menegur dan berbicara rame seperti orang Batak kedengarannya. Jika orang bule suka berjemur maka saya sedapat mungkin memakai topi dan payung pada saat jalan kepantai. Kami berjalan-jalan mengitari kota pantai di Udine dan makan ice cream Italy yang terkenal lezat dan membeli sepatu buatan Italy. Saya mampir ke supermarket membeli beberapa macam pasta dan saus2 khas Italy untuk oleh-oleh. Malamnya bersama seluruh keluarganya kami makan pizza yang sangat lezat dan berbeda dengan pizza di Indonesia. Kulit pizza tipis dan renyah serta paduan bumbu bawang putih dan tomat yang segar dan pas. Karena besar sekali, maka pizza bayam yang saya pesan tidak habis dan saya bungkus buat besok dimakan di jalan.Keluarga Paola menyukai oleh-oleh yang saya bawakan, ibunya langsung memakai daster batik pada waktu kami makan malam.
Sepanjang malam kami mengobrol segala macam dan baru tidur jam 2 pagi. Saya tinggalkan beberapa baju Bali karena Paola menyukainya dan saya diberi sepatu kulit Italy yang sebenarnya mirip dengan sepatu kulit buatan jogya.

Pagi harinya jam 6 saya harus kembali ke Jerman, di stasiun kami bertangisan sebab begitu cepat waktu berlalu dan masih banyak cerita yang masih ingin kami tukar. Paola pernah ke Bali dan mampir sebentar di cengkareng untuk transit.Sayang pada saat itu saya tidak bisa bertemu dan hanya dapat menitipkan oleh-oleh melalui teman saya yang bekerja di bandara.Ciao Paola till we meet again

Amsterdam


Saya bersama teman dari Vietnam dan Philipina jalan-jalan ke Amsterdam pada hari libur kami Sabtu dan Minggu ditahun 2000 pada saat mengikuti pelatihan di Manheim Jerman. Kalau kita beli karcis kereta api sendiri harganya misalnya Rp 100.000/orang, kalau pergi berdua menjadi Rp 80.000/orang, kalau bertiga menjadi Rp 70.000/orang dan kalau berempat menjadi sekitar Rp 60.000/orang. Kalau kita pergi berlima maka harga karcis yang kelima sama dengan kalau kita pergi sendiri. Pengaturan harga ini sangat membantu bagi pelancong dari Asia yang uang sakunya kalau di kurs ke Euro jadi miskin banget.Seingat saya tahun 2000 Jerman masih menggunakan mata uangnya sendiri belum Euro.

Kami naik kereta malam yang sampai Amsterdam pagi hari. Di stasiun dijemput oleh teman saya Henk van Santen yang merupakan salah satu ahli uang palsu di ABN AMRO Belanda. Saat itu saya adalah training manajer ABN AMRO Bank Jakarta, sehingga dua kali Henk pernah mengajar di Jakarta, Bali, Medan dan Surabaya bersama saya. Udara Amsterdam dingin dan mendung, kadang disertai hujan kecil yang datang tiba-tiba. Saya selalu salah naik mobil, selalu mau duduk disebelah kiri depan, padahal itu adalah untuk sopir di Eropah.

Hari masih pagi dan kami ditraktir makan pagi oleh Henk di sebuah cafe, hemm sungguh lezat roti bakar, telur orak arik dan susu coklat. Henk yang membayar semua makan pagi kami, padahal katanya orang Belanda pelit, makanya ada pepatah ”go by Dutch” atau apa gitu yang artinya bayar sendiri-sendiri. Oleh Henk kami dibawa berjalan-jalan melewati area lampu merah disekitar stasiun kereta api.Pelacuran dan obat bius adalah hal yang legal di Belanda.Jadi kami terkagum-kagum dengan pajangan para perempuan berbagai jenis kulitnya yang mejeng nyaris telanjang didepan kaca etalase. Mereka profesional ya, sebab dalam udara dingin tetap berpakaian minim, tapi saya ga tau juga apakah udara didalam hangat. Beberapa kali jika saya terpisah jauh dari Henk kami didekati oleh orang yang menawarkan obat bius, kalau dekat Henk mereka tidak berani sebab penampilan Henk yang tinggi besar hampir 2 m cukup menakutkan apalagi dia bekas polisi.

Kami naik kapal air mengelilingi Amsterdam, lagi-lagi Henk yang bayar buat kami bertiga, mungkin dia mengerti bahwa sebagai turis backpacker kami perlu dibantu, atau Henk ingin balas kebaikan juga sebab selama di Indonesia saya selalu menemani dengan baik. Mengagumkan bagaimana Belanda yang daratannya berada dibawah permukaan laut dapat bertahan beratus tahun tanpa kebanjiran. Kanal-kanal air dulu juga dibangun Belanda di Batavia, tapi karena kita tidak mengurus dengan baik ya hasilnya Jakarta terendam banjir tiap tahun.Kalau lagi jalan-jalan hujan datang tiba-tiba, maka kami orang Asia cepat-cepat memakai payung atau berteduh menutup kepala, tapi orang Belanda cuek saja. Saya tanya apa ga takut flu atau pusing, sebab kami dari kecil tertanam diotak bahwa jangan main hujan nanti pusing atau flu. Henk tertawa sebab di Belanda orangtua tidak pernah mengajarkan hal itu kepada anaknya, jadi kalau kehujanan ya ga akan pusing atau flu. Rupanya kebiasaan dan asumsi yang tertanam dari kecil yang membuat kita takut sama hujan.

Tahun 2000 di Amsterdam ada piala Euro, suasananya hiruk pikuk dengan para supporter yang memakai baju kesebelasan kesayangannya.Dimana-mana dijual kaos dan cindera mata yang berbau bola.Titipan anak saya kaos akhirnya dapat saya belikan setelah berputar-putra cari harga yang dapat terjangkau. Henk mengantar saya ke stadion bola terbesar yang berada diatas jalan raya, jadi stadion itu diatas dan mobil dapat lewat dibawahnya.

Karena siang Henk ada acara, maka saya dijemput lagi oleh Ben van Rooij, teman saya professor yang tahun 1988 bersama selama 5 bulan di Amerika Serikat mengikuti suatu pelatihan. Serah terima terjadi dari Henk ke Ben, ha ha lucu juga dan bersyukur punya teman yang baik dimanapun berada. Ben sudah berusia 62 tahun pada tahun 2000, saya kehilangan kontak kembali dengan dia, semoga Ben masih diberi umur panjang. Kami diajak jalan ke museum menikmati kebesaran Belanda dari abad ke abad, enaknya berada dalam musium yang hangat dan juga penuh dengan kenangan lama. Dekat museum ada perumahan yang jumlahnya sekitar 30 apartemen lama, tapi cantik penuh hiasan bunga dan ditengahnya ada taman dan pohon besar yang hening. Kata Ben tempat ini sangat tenang dan menyenangkan. Teman dari Philipina mau pergi ke gereja, maka kami semua menemani masuk gereja yang juga sangat besar, indah dan megah. Kalau harus masuk gereja sendiri walaupun siang hari rasanya seram juga, sebab suasananya hening, dingin dan seakan ada yang memperhatikan kita.


Tibalah waktu berpisah, sebab kami harus mengejar kereta malam yang akan membawa kami kembali ke Manheim. Jam 8 malam karena akhir musim semi, langit masih terlihat cerah, saya harus berpisah dengan Ben setelah hampir 12 tahun tidak bertemu. Katanya Ben pernah ke Bali dan ke Jakarta tapi tidak dapat menghubungi saya. Istri Ben yang pertama orang Suriname sudah meninggal, saya sempat berkenalan dengan anaknya yang perempuan sangat cantik, perpaduan Suriname dan Belanda. Teman wanitanya yang sekarang juga orang Suriname tapi tinggal di Suriname, jadi Ben sering berkunjung kesana.okay Ben sampai ketemu, semoga kita diberi umur panjang untuk bertemu lagi. Ik lieve je (mudah-mudahan tidak salah nih)

Hannover, Jerman


Tahun 2000 saya mengikuti program di Jerman untuk pelatihan buat perempuan yang berkaitan dengan pilihan karir pekerjaannya. Ada satu hari dimana kita diajak ke Hanovver suatu kota yang waktu itu sedang diadakan expo tentang keadaan seluruh negara di dunia. Kota Hannover sendiri modern dan bersih, suasana Expo begitu bagus dan tertata dengan rapi.Stand Indonesia dengan andalannya Bali menempati pavilun yang sangat luas. Saya juga mampir ke stand Yaman tempat salah seorang peserta pelatihan dan mencoba menghisap shisa disana.

Karena mempunyai cukup banyak waktu, maka saya janjian dengan sahabat lama saya Wolgang Just untuk mampir kerumahnya. Wolfgang dan saya menjadi peserta pelatihan di Amerika Serikat pada tahun 1988 di Morgantown West Virginia selama 5 bulan. Kami sudah seperti keluarga karena mengikuti pelatihan dalam jangka waktu yang cukup lama. Saya dijemput ditempat expo dan ketika bertemu Wolfgang tidak banyak berubah tetap awet muda.

Kami menuju rumahnya yang cukup besar dan asri dengan 3 kamar tidur, ruang kerja dan terdiri atas 2 lantai.Istrinya bernama Ula, dan karena mereka tidak punya anak, mereka mengangkat seorang anak perempuan yang sangat manis berambut panjang. Anak tersebut diambil sebab kedua orang tuanya mengalami gangguan jiwa sehingga tidak bisa mengurus anaknya. Orang barat sangat rasional dan sosial, mereka dalam mengangkat anak betul betul hanya mau menolong, mungkin kalau kita agak ragu jika mengetahui sejarah orang tuanya yang sakit jiwa. kami mengobrol sambil minum teh didapur rumah dan Wolfgang bercerita kalau Sue teman kami di Morgantown pernah menginap juga di rumahnya.

Saya diajak Wolfgang dan putrinya berjalan2 melihat kota Hannover dan sempat berfoto disebuah kastil dan taman bunga yang sangat rapi dan indah.Saya dan putri Wolfgang memakai rok Bali dengan warna senada ungu, oleh2 yang saya bawa langsung dipakai.
Setelah selesai saya diantar kembali ke tempat Expo, senang rasanya bertemu teman lama yang sudah 12 tahun tidak bertemu. Sahabat dimanapun dan apapun warna kulitnya tetap namanya sahabat.

Minggu, 01 Maret 2009

New York


Tahun 1988 saya mendapat kesempatan mengikuti program pekerja sosial yang diselenggarakan oleh CIP (Council of International Program) yang berkantor pusat di OHIO. Saya ditempatkan di Morgantown kota kecil di West Virginia. Dari Jakarta ke Los Angeles saya belum mengalami gegar budaya, sebab dijemput oleh Yudi adiknya Dewi , tetangga saya dan menginap dirumahnya.Waktu itu komunikasi belum secanggih sekarang.Komunikasi masih dilakukan melalui surat menyurat, nelum ada email bahkan mesin fax masih jarang. Oleh karena itu saya kedinginan begitu tiba disana, karena tidak menyangka udaranya begitu dingin. Dikatakan musim semi tapi untuk saya udaranya dingin bukan sejuk.

Gegar budaya baru saya alami setelah dari Los Angeles menuju Newark yang ternyata masih jauh dari New York, naik taksi sekitar 40 menit dengan biaya sekitar $ 40. Turun dari airport mengurus barang sendiri dan berhadapan dengan orang hitam yang bergantian menawarkan membawakan tas saya. Baru sekali saya keluar negeri dan langsung jauh sekali ke Amerika, rasanya saya menjadi demikian kecil dibandingkan para porter yang hitam dan tinggi besar. Di Bandara tersedia meja administrasi untuk membantu peserta yang datang dari seluruh dunia, dan kami bersamaan naik van ke hotel.

Setelah mandi hari masih sore sehingga saya masih ada waktu jalan-jalan disekitar hotel, saya mengambil gambar di Empire State Building dan kagum dengan kuda yang sangat besar, gagah dan cantik yang menarik kereta kuda. Banyak turis dan pasangan yang sedang kasmaran menaiki kereta kuda berkeliling New York. Saya dengan pengetahuan, bahasa dan uang yang minim rasanya sayang sekali harus membayar mahal untuk sekedar naik bendi Amerika. Disepanjang jalan dan stasion kereta banyak orang hitam yang menggelandang, rasanya kasian melihat mereka dipinggir jalan harus menyelimuti dirinya dengan selimut berlapis untuk menahan dingin. Gelandangan Indonesia masih bisa tertawa-tawa bertelanjang dada untuk mengusir gerahnya udara Jakarta.Orang New York stylish dan keren, mereka berjalan cepat seakan dunia mau runtuh. Gaya berjalannya anggun, sombong, dengan balutan mantel musim dingin berwarna hitam, broken white atau coklat dengan sepatu boot dan sarung tangan. Wah rasanya saya jadi ga keren nih, dengan baju dingin seadanya dan sama sekali jauh dari kesan mewah. Untuk makan malam saya mampir ke resto cepat saji yang menyediakan sandwich yang panjang sekali, sekitar 1 m, yang akan dipotong untuk ukuran sekali makan.

Keesokan harinya kami diterima secara resmi di gedung PBB dan mendengarkan arahan dari direktur programnya. Acara dilanjutkan dengan foto bersama didalam dan diluar gedung, saya dengan pakaian nasional baju bodo cukup menggigil kedinginan pada saat diluar.Banyak peserta dari negara lain senang dan mengagumi baju Bodo dengan mahkotanya ditambah dengan sarung songket Palembang yang saya kenakan. Ditengah dinginnya New York saya masih harus sabar meladeni mereka yang mau berfoto dengan saya.

Keesokan harinya bersama dengan peserta lain yang ditempatkan di Morgantown kami melanjutkan perjalan dengan naik mobil combi. Rich sebagai koordinator program yang menyetir, kami ada ber sembilan (dari Belanda, Jerman, Italy, Finlandia, China, Indonesia, Columbia, Perancis dan negara kecil di Afrika saya lupa nama negaranya) meghadapi program ini untuk bersama dalam suka dan duka selama 5 bulan.

Sabtu, 28 Februari 2009

Hollywood



Hollywood, Los Angeles

Sebelum kembali ke tanah air, dari Washington saya mampir lagi ke Los Angeles, dimana disana ada tetangga dan teman main saya dari kecil Dewi. Kapan lagi jalan-jalan ke Los Angeles mumpung masih di Amerika. Untung saja hal itu saya lakukan sebab ternyata dari tahun 1988 sejak saya menginjakan kaki di Ameriika Serikat, saya belum mendapat kesempatan lagi kesana. Setidaknya kalau saya lihat film Amerika yang hebat-hebat ternyata studionya biasa saja, tapi effect tata lampu dan peralatan yang canggih membuat film yang dihasilkan menjadi demikian hebat.

Di studio sangat ramai sekali sebab sedang liburan musim panas, selain penduduk lokal, banyak rombongan turis Jepang dengan dipandu oleh pemandu wisata yang membawa bendera dengan gaya disiplin dan sopan. Bahasa Jepang dalam arti selamat datang ataupun ucapan dari pembawa acara disetiap pertunjukan menandakan bahwa turis Jepang dihargai disana.Dengan uang yang ada mereka tidak perlu harus berbahasa Inggris, malah Amerika yang berusaha untuk menerima mereka dengan bahasa Jepang.

Tempat yang saya kunjungi ada beberapa, mungkin pembaca masih ingat bagaimana seramnya ikan hiu dalam film Jaws. Wah ternyata disana hanya sekedar kepala ikan hiu yang digerakkan oleh mesin dengan rel disebuah empang dengan latar belakang pemandangan laut yang besar. Kita naik perahu kecil dan dari jauh terlihat sang hiu gadungan mendekati kita dan akan membuka mulutnya lebar-lebar ketika sudah dekat. Penonton menjerit kaget dan senang melihat sang hiu palsu beraksi.

Tempat lain yang tidak kalah serunya adalah tempat shooting King Kong lengkap dengan sang King Kong disana dan suaranya yang menggelegar. Film ”The Ten of Comondements” memperlihatkan bagaimana laut dibelah oleh tongkat ajaib Nabi Musa, Tempatnya biasa saja dan tidak terlalu luas tapi kesan yang dihasilkan filmya menjadi nyata sekali. Tempat terakhir yang saya kunjungi adalah semacam cuplikan film ”Miami Vice”, dimana Don Johnson gadungan beraksi lengkap dengan tembakan dan ledakan serta api palsu dan kejar-kejaran di sepanjang sungai kecil yang mengitari panggung pertunjukan.

Perjalanan mengitari Hollywood dan dunia mimpi diakhiri dengan memakan hamburger, kentang dan coca cola, rasanya benar-benar seperti di Amerika.

Washington DC




Dalam program yang saya ikuti di Amerika Serikat tahun 1988, pulangnya saya menginap 2 hari dirumah tante saya yang tinggal di Maryland berbatasan dengan Washinton DC. Sebelum menginap kami tinggal dikampus selama 3 hari untuk evaluasi program dan perpisahan. Rasanya sedih sekali harus berpisah dengan teman-teman seperjuangan yang selama 5 bulan bersama dalam suka dan duka menyelesaikan berbagai tugas yang diberikan. Tidak ada batasan warna kulit, agama dan darimana kita berasal, sebab kita merasa bersaudara setelah bergaul sekian lama.

Pada pesta perpisahan banyak teman yang mabuk, sebab begitu memang mereka mengekspresikan perasaan gembira dan sedih dengan banyak minum dan tertawa mengingat kejadian yang telah kita lewati bersama. Sahabat saya Paola dari Italy mengatakan saya tidak pernah meminum wine atau minuman berakohol lainnya, sebab dibandingkan dengan teman-teman muslim lainnya banyak yang tidak patuh pada aturan agama dan ikut mabuk-mabukan bersama teman yang non muslim. Keeesokan harinya pada saat perpisahan kami saling bertangisan, antara sedih mau berpisah dengan teman tapi juga bahagia sebab akan berjumpa dengan keluarga.

Saya dijemput oleh tante Lies dan om Santo yang kebetulan pada waktu itu mereka berdua masih bekerja di Kedutaan RI di Washington DC. Rumah mereka sangat asri dan cantik, didaerah perumahan yang tertata dengan baik.Mereka hanya mempunyai satu putrid yang kalau saya tidak salah ingat namanya Anne. Bersama mereka 2 hari saya diajak berkeliling Washington mengunjungi patung Abrahan Lincoln yang sangat besar, mengunjungi makam pahlawan di Arlington, dimana John F Keneddy dimakamkan..Banyak tempat yang saya mungkin sudah tidak ingat lagi secara persis namanya, diantaranya tempat dituliskannya nama-nama pahlawan Amerika yang gugur pada perang Vietnam yang dicantumkan namanya disepanjang dinding di taman yang indah..Saya juga mengunjungi museum antariksa dimana penuh sekali dengan anak sekolah yang ingin melihat berbagai kemajuan Amerika dibidang tersebut.

Satu hal yang saya tidak begitu menikmati disini adalah panjangnya antrean kalau kita mau beli minuman atau es krim, wah bisa antri paling cepat 10 menit ditengah teriknya matahari musim panas. Untuk orang bule mereka sangat menikmati musim panas yang dapat membuat kulit mereka sedikit berwarna dan tidak putih pucat. Untuk saya dengan kulit sawo matang, musim panas disana membuat warna kulit saya menjadi legam seperti tembaga, padahal seperti perempuan Indonesia pada umumnya saya malah ingin kulit yang agak putih.

Senin, 23 Februari 2009

Niagara Falls


Niagara falls atau air terjun Niagara adalah salah satu dari air terjun yang terbesar didunia.Terletak di Kanada, tepatnya dikota Ontario yang berbatasan langsung dengan salah satu kota di Amerika Serikat. Perjalanan ke Ontario dapat dilakukan melalui jalan darat dari Amerika Serikat dengan dilengkapai visa masuk.Berhubung kami adalah rombongan internasional dari berbagai negara yang sedang mengikuti program di Amerika Serikat, maka visa didapatkan dengan mudah melalui panitia penyelenggara dari pihak Amerika Serikat.Walaupun semua peserta mendapatkan izin masuk, tapi terdapat perbedaan perlakuan, kami yang berasal dari negara Asia dan Afrika hanya mendapatkan visa untuk tinggal selama 1 minggu, sedangkan teman-teman dari negara Eropah dan Amerika Serikat mendapatkan visa lebih dari 1 minggu walaupun kami datang dan pergi bersamaan dalam satu rombongan.


Sebelum mengunjungi air terjun niagara, kota pertama yang kami singgahi adalah Ontario, suatu kota yang sangat lengang, besar dan bersih.Sebagian besar masyarakatnya menggunakan bahasa Perancis. Pada musim semi kota Ontario sangat cantik dan bersih, perpaduan antara rindangnya pohon besar dan taman kota yang penuh dengan bunga yang indah.Sungguh mengagumkan melihat bagaimana pemerintah menata kotanya dengan memelihara pohon besar yang tersebar dimana-mana.Melihat penampilan fisiknya mungkin pohon besar tersebut sudah berusia lebih dari seratus tahun. Dengan situasi seperti itu tidak heran banyak burung merpati yang jinak beterbangan dan akan mendekat jika kita berikan makanan untuk mereka.

Air terjun Niagara sangat luas, membentang sejauh...meter dengan membentuk huruf L, sebagian berada di wilayah amerika Serikat dan sebagian besar berada di wilayah Kanada.Jika ingin melihat dan mendekati air terjun secara langsung harus masuk ke negara Kanada. Udara sangat cerah pada saat itu, kami menaiki kapal kecil untuk tepat sampai dekat dengan air terjun Niagara. Kami semua dilengkapi dengan jas hujan yang cukup tebal untuk melindungi badan dari angin dingin dan percikan air yang cukup deras menerpa wajah kami.Seperti anak kecil saja dengan riang bermain hujan diatas kapal yang terombang ambing mencoba mendekati air terjun.Percikan air dingin kewajah dan sebagaian tubuh cukup menyegarkan ditambah dengan sensasi spektakuler mendekati langsung air terjun membuat pengalaman yang mengesankan.Pada malam hari kita dapat menyaksikan air terjun dalam kilauan warna warni ceria yang berasal dari sorotan lampu aneka warna membuat pemandangan yang juga menakjubkan.

Banyak pengunjung membuat foto didepan air terjun niagara yang sangat indah dan menakjubkan.Berfoto dengan latar belakang pemandangan air terjun yang sedemikian lebar dan indah tentu saja menjadi kenangan tak terlupakan. Disekitar niagara juga banyak penjual souvenir cantik yang menggambarkan keindahan air terjun, atau kerajinan tangan buatan orang indian seperti kalung manik2 (mirip dengan buatan suku dayak Kalimantan) dan juga berbagai boneka dan perlengkapan ala indian. Bahasa resmi yang digunakan di Canada adalah Inggris dan Perancis.

Andaikata kita dapat memelihara keindahan alam kita dengan baik, menyediakan fasilitas jalan yang mulus dan juga yang terpenting adalah rasa aman, rasanya Indonesia tidak kalah cantik dan menariknya dengan tempat-tempat indah lainya diluar negeri.

Sabtu, 21 Februari 2009

Morgantown, west Virginia









Kalau pernah mendengar lagu “Country Road” dari John Denver, kata awalnya adalah “ Almost heaven..West Viginia, dst… disanalah saya berkesempatan mengikuti suatu program pertukaran pekerja sosial di sebuah kota kecil yang bernama Morgantown, West Viginia di Amerika Serikat selama 5 bulan. Dari New york perjalanan kekota tersebut dapat dilakukan lewat jalan darat sekitar 5 jam. Penduduk kota tersebut tidak lebih dari 300 ribu jiwa, kebanyakan bekerja di universitas karena ada University of west Virginia disana, atau Rumah sakit dan kantor pemerintah. Kota ini dikelilingi pegunungan, tidak heran diakhir musim semi masih tersisa salju yang cukup tebal.Masa orientasi bagi peserta sekitar 3 hari dilakukan di pondokan diatas gunung dan ini cukup menyiksa bagi saya yang tidak membawa perlengkapan baju dingin yang memadai karena tidak menyangka masih bertemu dengan hujan salju.

Saya ditempatkan disebuah Lembaga Bantuan Hukum di Universitas yang bekerja untuk memberikan bantuan hukum terhadap orang yang tidak mampu. Bangsa Amerika sangat suka membaca, dibandingkan dengan perpustakaan kita untuk kantor lembaga Bantuan Hukum yang tidak terlalu besar, dipenuhi dengan beragam buku tebal yang sangat lengkap.Untuk membahas suatu kasus mereka berdiskusi sambil membuka berbagai jenis buku sebagai referensi. Uang saku yang saya terima habis untuk membeli buku loakan yang sangat murah harganya dan ongkos kirim ke tanah air. Rasanya tidak tahan untuk tidak membeli berbagai macam buku bekas yang masih sangat layak baca dengan harga beberapa sen, yah paling mahal sekitar $ 1. Masalah yang paling sering ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum ini biasanya masalah kekerasan dalam rumah tangga. Istri dipukul suami atau anak di siksa atau diabaikan oleh orang tuanya. Banyak orang tua yang mabuk atau menggunakan obat bius yang akhirnya fly dan menelantarkan anaknya berhari-hari. Biasanya akan ada petugas sosial yang mengambil anak itu untuk diurus negara sampai pengadilan memutuskan apakah memang terbukti mereka tidak layak menjadi orang tua.Jika terbukti maka anak itu akan dipelihara negara sampai menemukan orang tua angkat yang ditunjuk pengadilan.

Pengalaman unik lainnya adalah melayani para tunawisma disebuah gereja yang cukup besar.Berbeda dengan tunawisma kita yang kurus-kurus, tunawisma di Amerika kebanyakan gemuk dan bertubuh subur. Menu makanan yang disajikan juga terbilang mewah untuk ukuran kita.Ada sop, makanan utama (ayam atau daging dan sayuran), buah dan makanan penutup seperti pudding atau kue tart.Tidak heran badan mereka tumbuh subur. Kalau musim dingin sangat berat untuk para tunawisma ini, mereka harus menyelimuti diri dengan pakaian yang cukup tebal sebab.walaupun pemerintah menyediakan tempat penampungan sementara tapi hanya untuk malam hari dan diprioritaskan untuk wanita dan anak-anak.

Karena kota Morgantown sangat kecil, maka pilihan makanan kurang bervariasi, saya memilih masak tiap hari ketimbang harus makan salad dan barbeque atau makanan amerika lainnya yang menurut saya rasanya “cemplang’ dibandingkan dengan masakan Indoensia yang penuh dengan bumbu. Setiap hari sepulang kerja saya langsung masak didapur dengan bahan apa adanya dikulkas untuk seluruh keluarga.Alhasil saya disayang oleh keluarga angkat terutama oleh anak-anaknya yang sangat menikmati makanan yang saya masak. Padahal kalau di Indonesia masakan saya sudah pasti tidak termasuk dalam daftar pilihan makanan bagi yang mengetahui rasa makanan enak

Amerika dengan segala kemegahan dan keindahannya tetap saja lebih menarik Jakarta dengan segala hiruk pikuknya untuk saya. Rasanya ingin cepat pulang kangen dengan pijatan dan luluran si mbok dan tukang jajanan segala macam yang setiap saat lewat didepan rumah tanpa harus cape-cape masaka sendiri. Yang patut dicontoh adalah dimanapun di Amerika, dipuncak gunung terpencil, atau dipelosok selalu ada fasilitas jalan raya yang mulus, listrik dan air yang sangat memadai. Ini yang membuat saya iri dan berkhayal kapan Indonesia seperti ini.

Manheim, Germany

Ketika ditawari untuk mengikuti program “Training Need Analysis for Women ” di Manheim, Jerman Barat, saya menyambut dengan gembira. Pertama pelatihan itu sangat menarik karena membahas pelatihan bagi kebutuhan kaum wanita dan yang kedua saya belum pernah ke Jerman. Pelatihan diadakan selama sebulan dikota Manheim yang berada kurang lebih 2 jam dari Frakfurt. Ada sekitar 20 orang peserta dari berbagai negara Asia, Arab dan Afrika.

Kami tinggal di asrama dengan fasilitas yang baik, saya mempunyai kamar sendiri tapi berbagi kamar mandi dengan peserta dari Indonesia juga.Makan pagi, siang dan malam disediakan dikantin asrama dengan berbagai pilihan menu. Walaupun menu yang disajikan cukup beragam, tapi seperti perut melayu pada umumnya saya hanya tahan menikmati makanan kantin selama seminggu. Selebihnya saya sarapan seadanya dan makan siang dan malam kita masak bergantian bersama teman India yang vegetarian. Maksudnya bergantian disini adalah saya yang lebih sering bertugas makan dan cuci piring sebab teman India ini lebih jago masak dari saya.

Setiap pagi mulai jam 9 sampai dengan jam 5 sore kami diberikan satu topik untuk dibahas, lalu masing-masing peserta akan membahasnya secara berkelompok dan mendiskusikan kembali dalam kelompok besar. Temanya selalu tentang bagaimana mendorong agar para perempuan melakukan pelatihan atau memilih pekerjaan diluar pekerjaan khas perempuan. Kebanyakan karir perempuan selalu berada dibidang pendidikan, kesehatan dan sosial. Pelatihan ini bertujuan agar nanti kami menjadi pionir untuk mendorong wanita memilih karirnya dibidang misalnya teknologi, otomotif, pilot, dan pekerjaan lain yang masih didominasi oleh laki-laki. Peralatan pelatihan sangat memadai dan kreatif, berbagai bentuk kertas tebal dapat digunakan sebagai media untuk menulis bahan presentasi.Ada yang bulat, kotak, lonjong, segitiga dengan berbagai warna.Hasil akhir dari presentasi kita ditempelkan di soft board dan dapat berupa gambar pohon, bunga atau bentuk lain sesuka kita.

Setiap pagi saya berjalan kaki mengelilingi daerah sekitar asrama yang luas dan penuh dengan pepohonan rindang. Banyak kelinci berkeliaran dengan bebas dari yang kecil mungil sampai yang gendut, ada yang putih, coklat tapi kebanyakan berwarna abu-abu. Tidak ada yang mengganggu kelinci itu, apalagi menembaknya untuk dimakan.Bedanya negara maju dengan negara kita, kalau di tanah air kelinci tadi tidak akan berumur panjang, mereka akan berakhir di penggorengan atau ditangkap untuk dijual.

Kami sempat selama 2 hari mengunjungi Hanover untuk melihat expo yang berisi semua stand dari seluruh negara yang memamerkan keunggulannya masing-masing, termasuk Indonesia. Saya mempunyai teman Jerman di Hanover yang sudah sejak tahun 1988 tidak berjumpa sejak kami mengikuti program bersama di Amerika. Saya berkesempatan menemuinya dan diajak kerumahnya serta melihat sebuah taman yang sangat indah dan tertata dengan rapih.

Mudah-mudahan pengalaman yang saya dapatkan dalam pelatihan di Jerman dapat bermanfaat bagi kaum perempuan ditanah air. Bedanya kalau di jerman para perempuan didorong untuk maju memasuki pekerjaan di area laki-laki karena perempuan sudah merasa tanpa bekerjapun mendapatkan tunjangan, tapi kalau di Indonesia sudah banyak perempuan bekerja sebagai sopir taksi, buruh pemecah batu dan pekerjaan laki-laki lainnya karena terpaksa harus membantu mencari sesuap nasi untuk keluarganya. Nasib….

Japan

Japan International Corporation Agency mengundang pekerja muda Indonesia untuk melakukan kunjungan pertukaran pekerja muda di Jepang selama satu bulan.Saya adalah salah satu peserta yang lulus seleksi untuk mengikuti program itu.Sebelum berangkat kita dilatih selama satu minggu mengenai kebudayaan Jepang, termasuk belajar bahasa Jepang sederhana dan aturan mana yang boleh dan mana yang tidak.Pesan khusus dari pengajar ditujukan kepada peserta laki-laki yang sudah beristri agar jangan mengobral janji kepada gadis Jepang disana.Katanya pemuda Indonesia dibandingkan pemuda Jepang lebih romantis atau "gombal" dengan kata lain. Bahayanya karena gadis Jepang banyak uang , maka jangan heran jika mereka termakan rayuan kita maka akan segera menyusul dengan mudah ke Indonesia. Rupanya pesan ini memang benar, terbukti ada peserta yang ganteng dan ramah banyak mendapat hadiah dari para gadis Jepang disana.

Dari Jakarta kami naik Japan Airlines langsung ke Tokyo menggunakan kelas bisnis yang sangat nyaman.Tokyo merupakan kota modern yang indah, bersih dan rapih, seperti kota modern lainnya penduduk Tokyo dinamis dan berjalan dengan cepat seperti mengejar sesuatu.Yang cukup mengherankan untuk saya yang malas berjalan kaki, orang Jepang sangat tahan berjalan kaki berjam-jam, bahkan dikereta api mereka tidak ada yang berebut tempat duduk jika ada kursi yang kosong.Dalam keadaan berdiripun mereka menikmati buku bacaannya.Sebulan di Jepang betis saya bertambah besar dan kekar karena kemana-mana berjalan kaki.Ukuran kamar hotel walaupun termasuk hotel berbintang tergolong kecil jika dibandingkan dengan Jakarta.Di Tokyo kami diterima oleh menteri tenaga kerja Jepang dan berdialog sekitar satu jam tentang masalah ketenaga kerjaan.

Kami juga berkesempatan mengunjungi Kyoto, sebuah kota tua yang cantik, indah dan bersih dengan taman dan hutannya yang masih alami. Disini kami lebih banyak diajak mengunjungi tempat wisata misalnya kuil, istana dan musium.. Kuil di Jepang selalu berada diatas bukit, diperlukan tenaga ekstra untuk sampai keatas. Disini kami mencoba makanan para pendeta yang vegetarian. Makannanya sangat beragam dan ditempatkan dengan cantik dimangkok kecil yang banyak, tapi walaupun banyak menurut saya rasanya mirip. Yang lucu kami diajak ketempat pemandian air panas umum yang sudah modern, dimana dipisahkan pemandian laki-laki dan perempuan.Walaupun sudah diajarkan bahwa di Jepang adalah hal yang wajar mandi bersama, tapi tetap saja kami merasa risih melihat sesama jenis mandi tanpa selembar benangpun.Hiroshima juga merupakan kota bersejarah yang menarik, disana ada monumen dan musium yang menggambarkan kejam dan dahsyatnya akibat bom atom yang dijatuhkan Amerika. Kalau dilihat film dokumenternya tahun 1945 Jepang tidak jauh bedanya keadaan negaranya dengan Indonesia, tapi lihat sekarang perbedaan Indonesia dengan Jepang bagaikan langit dan bumi.

Agak susah berkomunikasi dengan peserta tuan rumah, mereka tidak begitu menguasai bahasa Inggris, tapi dalam pertemuan resmi kami selalu dapat bertukar pikiran karena selalu ada penterjemah.Mereka sangat tertarik dengan kebudayaan Indonesia, sedangkan kita sangat tertarik dengan kemajuan bangsa Jepang disegala bidang, terutama pendidikan. semua buku diterjemahkan dalam bahasa Jepang, bahkan ketika kami mengunjungi satu sekolah dasar mereka menyambut dengan nyanyian "Rayuan pulau kelapa" dalam bahasa Jepang yang sangat mengharukan.Baik di sekolah maupun kantor pemerintah terutama, jika kita mau masuk kelas atau bekerja harus mengganti sepatu dengan sendal khusus untuk didalam ruangan.

Disiplin, kerja keras, tepat waktu dan kejujuran adalah hal yang sangat ditekankan dalam pembentukan karakter bangsa. Sangat mengherankan melihat pemeri
menyediakan payung dimanapun juga untuk digunakan oleh siapa saja yang tidaik membawa payung jika hari hujan.Di stasiun, terminal bis, hotel, supermarket disediakan payung jika musim hujan.Pemakai payung akan mengembalikan pada tempat yang telah disediakan jika ia telah selesai memakainya. Jika ini terjadi di Indonesia, dijamin payung tersebut akan ludes dalam sekejap mata dipakai dan disimpan dirumah masing-masing.

BUSAN – KOREA


Tanggal 29 Agustus s/d 1 September 2006 saya mengikuti Asean Regional Meeting Internasional Labor Organisation yang ke 14 di Busan Korea. Penerbangan dengan Korean Airlines langsung dari Jakarta memakan waktu kurang lebih 7 jam. Setelah transit 2 jam di Seoul penerbangan dilanjutkan ke Busan yang mempunyai jarak tempuh 1 jam. Busan merupakan kota industri terbesar nomor 2 Korea Selatan yang penduduknya lebih dari 60 % tinggal di Apartemen.Setiap gedung apartemen dilengkapi dengan fasilitas sosial yang memadai seperti sekolah, pasar dan sarana olahraga serta taman yang tertata rapi.Setiap gedung apartemen diberi nama besar secara mencolok misalnya LG atau Samsung.
Setiap berpergiaan ke Negara yang maju selalu saya perhatikan keadaan suatu kota dari atas pesawat. Begitu mau mendarat terlihat deretan jalan, gedung, apartemen dan rumah penduduk yang tertata dengan rapi dan teratur. Terlihat juga keindahan jembatan gantung yang menyeberangi laut kebanggaan kota Busan yang mempunyai panjang lebih dari 7 km. Pemandangan ini sangat kontras dengan pemandangan Jakarta misalnya dari Udara, terlihat seperti kaca pecah yang berserakan tidak beraturan. Belum lagi kalau lagi musim hujan dimana-mana banjir dan macet sehingga pemandangannya pasti akan kacau sekali.

Kebanyakan orang Korea tinggal di apartemen, setiap unit apartemen dilengkapi dengan sarana umum dan sosial yang memadai.Ada sekolah lengkap dengan lapangan olahraganya yang besar dan luas (mulai dari lapangan bola, basket dan volley sampai tennis ada).Tidak heran kualitas olahraga negara ginseng ini maju dengan pesat.Hampir semua mal, gedung pertemuan atau tempat yang saya kunjungi tertata rapi dan bersih.Kerja keras dan disiplin tinggi yang mebuat bangsa ini secara cepat melesat menjadi negara maju yang mandiri.

Sebagai penggemar mobil saya sangat menikmati pemandangan berbagai jenis mobil buatan Korea yang sangat bagus. Semua jenis mobil dari bis, truk, sedan, jeep sampai kendaraan mewah untuk presiden dan para pejabat tinggi buatan Korea, Jarang terlihat mobil merek Mercedes, BMW. Toyota, dll
TV, HP dan peralatan elektronik lainnya semuanya menggunakan produksi dalam negeri Korea seperti Samsung, LG. Akibat ketidak sukaan rakyat Korea terhadap Jepang yang pernah menjajah Korea, maka rakyat bertekad mandiri dan tidak mau menggunakan produk luar negeri terutama Jepang. Semua menunjukan bahwa bangsa ini bangga dengan produksi dalam negerinya dan mereka mendukung penuh kemajuan industri diberbagai bidang dengan menggunakan seluruh produksi dalam negerinya.

Semua buku diterjenahkan dalam bahasa Korea, sedikit sekali orang Korea yang bisa berbahasa Inggris dengan baik. Selalu tersedia penterjemah dalam dialog atau pidato resmi dalam pertemuan internasional. Selayaknyalah sebagai negara kaya Korea merasa cukup dengan menterjemahkan seluruh pengetahuan kedalam bahasa Korea, sehingga transfer of knowledge dapat secara cepat merata dinikmatioleh rakyatnya.
Komitmen yang kuat dari pemerintah dibantu dengan dukungan penuh dari semua rakyat membuat Korea sejajar dengan negara maju lainnya. Tinggal giliran kita kapan bisa seperti Korea, at least semangatnya dalam membangun negeri secara swadaya dan mandiri